Berita

Rapat Dengar Pendapat di DPRD Manggarai Barat Ricuh, Kepala BTNK dan Ketua LPPDM Nyaris Adu Jotos

Ketegangan Memuncak dalam Pembahasan Polemik Privatisasi Pantai di Labuan Bajo

LABUANBAJOVOICE.COM — Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Senin (28/4/2025), berlangsung panas dan diwarnai insiden nyaris adu jotos. Ketua Lembaga Pengkaji dan Pengembangan Demokrasi Manggarai (LPPDM), Marsel Nagus Ahang, dan Kepala Balai Taman Nasional Komodo (BTNK), Hendrikus Rani Siga, atau akrab disapa Hengki, terlibat adu mulut hingga hampir berujung baku pukul di hadapan anggota dewan, aktivis, dan perwakilan lembaga lainnya.

Agenda RDP tersebut membahas isu privatisasi pantai di kawasan Labuan Bajo, yang dalam beberapa waktu terakhir menjadi sorotan publik. Sejumlah kelompok masyarakat sipil dan aktivis lingkungan mempertanyakan keberadaan dan kewenangan perusahaan swasta di kawasan konservasi, khususnya di Pulau Padar Utara yang merupakan bagian dari Taman Nasional Komodo.

Ketegangan bermula saat anggota DPRD Manggarai Barat, Silvester Syukur, menanyakan keberadaan perusahaan yang disebut-sebut melarang wisatawan mengunjungi Pulau Padar Utara baru-baru ini. Silvester meminta penjelasan rinci kepada Kepala BTNK mengenai dasar hukum dan kerja sama antara Balai TNK dengan pihak swasta tersebut.

Dalam penjelasannya, Hendrikus Rani Siga menyampaikan bahwa pengelolaan di Pulau Padar Utara melibatkan kerja sama antara pihak Balai TNK dengan PT Palma Hijau Cemerlang (PHC). Menurut Hengki, kolaborasi ini bertujuan memperkuat konservasi kawasan melalui pengelolaan yang lebih intensif, termasuk pengaturan kunjungan wisatawan untuk menjaga kelestarian ekosistem.

Namun, penjelasan itu langsung ditanggapi dengan nada keras oleh Marsel Ahang. Ahang menilai bahwa RDP telah keluar dari substansi permasalahan utama dan justru lebih banyak membela kepentingan tertentu.

“Cukup sudah penjelasan anda! RDP ini terlihat seperti sandiwara, hilang dari substansi soal yang kami jelaskan,” teriak Ahang dari tempat duduknya, sambil menunjuk ke arah Hengki.

Merasa tersinggung dengan pernyataan tersebut, Hengki segera turun dari podium. Dengan nada tinggi, ia membalas perkataan Ahang. “Diam kau! Kau ini seperti preman!” teriak Hengki sambil menghampiri Ahang.

Pernyataan itu memicu kemarahan lebih lanjut dari Marsel Ahang. Ia langsung bangkit dari kursinya dan bergerak cepat menuju Hengki. Nyaris terjadi adu fisik antara kedua pria bertubuh kekar ini. Suasana di ruang paripurna mendadak ricuh. Anggota DPRD, aktivis, dan aparat keamanan internal DPRD dengan sigap berusaha melerai keduanya.

Dalam situasi penuh ketegangan itu, Marsel Ahang terus berteriak, “Kau dengar dulu kami atau tidak, kau diam!” Sementara Hengki yang juga terpancing emosinya sempat membalas, “Maksudnya apa, maksud apa?” sambil terus mencoba mendekati Ahang.

Melihat suasana yang semakin tidak kondusif, pimpinan rapat yang juga Ketua DPRD Manggarai Barat memutuskan untuk menskors RDP selama 30 menit guna mendinginkan suasana dan mencegah insiden lebih lanjut.

Setelah dipisahkan dan dibawa keluar ruangan, Marsel Ahang dan Hengki akhirnya bisa ditenangkan. Hingga skorsing berakhir, keduanya kembali ke ruang sidang dan RDP dilanjutkan dengan agenda mendengarkan pandangan dari berbagai pihak lainnya.

Insiden ini mencerminkan betapa tingginya tensi dalam pembahasan isu privatisasi kawasan konservasi di Manggarai Barat, yang selama ini dikenal sebagai salah satu destinasi wisata alam unggulan Indonesia.

Aktivis lingkungan dan masyarakat sipil menilai bahwa kerja sama antara Balai TNK dan perusahaan swasta di kawasan Taman Nasional Komodo mengancam hak akses publik dan bertentangan dengan prinsip konservasi. Mereka menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan pengelolaan kawasan konservasi.

Sementara itu, pihak BTNK tetap bersikukuh bahwa kolaborasi tersebut dilakukan demi menjaga kelestarian Taman Nasional Komodo dengan memperkuat pengawasan dan penataan aktivitas wisata.

Hingga berita ini diterbitkan, DPRD Manggarai Barat belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait insiden tersebut maupun keputusan lanjutan hasil RDP hari ini. Sementara itu, baik Marsel Ahang maupun Hendrikus Rani Siga belum memberikan keterangan pers resmi kepada awak media.

Rapat dengar pendapat ini akan tetap menjadi catatan penting dalam perjalanan pengelolaan kawasan Labuan Bajo yang terus menjadi pusat perhatian nasional, terutama terkait pertarungan antara konservasi, pariwisata, dan kepentingan ekonomi.

Penulis: Hamid

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://t.me/labuanbajovoice
Back to top button
error: Content is protected !!