Sengketa Tanah Karangan Labuan Bajo, Saksi Tergugat Don Bosko: Haji Adam Djuje bukan Fungsionaris Adat Nggorang
Sengketa Tanah Karangan Labuan Bajo, Saksi Tergugat Don Bosko: Fungsionaris Adat Nggorang yang Berhak Memberikan Tanah Kepada Masyarakat
LABUANBAJOVOICE.COM | Saksi Tergugat Yohanes Don Bosko secara terbuka dihadapan Hakim Majelis Pengadilan Negeri Labuan Bajo memberikan keterangannya dalam sidang lanjutan Perkara Perdata No. 9/Pdt.G/2024/PN Lbj, tentang sengketa Tanah Karangan dan Golo Kerangan di Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.
Sidang lanjutan perkara ini berlangsung pada Rabu, 15 Januari 2025 di Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo dan menghabiskan masa waktu sidang pada saat itu kurang lebih selama 4 jam di dalam ruang berdasarkan hasil pantauan media.
Don Bosko, pria yang berdomisili di Labuan Bajo sejak Tahun 1987 itu menegaskan bahwa hanya Fungsionaris Adat Nggorang-lah yang berhak memberikan tanah adat kepada masyarakat ulayatnya termasuk tanah Karangan yang berlokasi di Karangan, Kelurahan Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT.
“Bahkan saya sendiri pernah menerima penyerahan tanah ulayat dari fungsionaris adat Nggorang yang saat itu dijabat Haji Ishaka dan Haku Mustafa,” bebernya.
Saat pihak Kuasa Hukum Tergugat bertanya, apakah dirinya mengetahui penyerahan tanah ulayat wilayah Karangan kepada nama Nazar Supu?.
Ia menjawab, dan dirinya mengakui bahwa tahu soal penyerahan tanah tersebut dan terjadi pada tahun 1990 yang diperoleh dari Fungsionaris adat Nggorang waktu itu. Bahkan dia pun juga tahu, tanah itu kemudian di jual kepada orang yang bernama Niko Naput.
Diakuinya nama almarhum Niko Naput telah berbuat banyak dan dikenal oleh masyarakat Labuan Bajo. Perlu diketahui, perkara ini digugat oleh penggugat berdasarkan surat hibah tahun 1975 dari Daeng Ngintang kepada Abu Sofyan Daeng Pabeta (almarhum selaku ayah penggugat Muhammad Tasrif Daeng Mabatu atau Asep).
Namun demikian, lanjutnya, nama Daeng Ngintang tidak pernah didengar oleh saksi dalam penyerahan tanah ulayat itu, begitu pun terkait surat pembatalan pemberian tanah kepada Nazar Supu dari Fungsionaris adat. “Kami tidak pernah mendengar surat pembatalan itu,” tegas Don Bosko.
Selain nama Nazar Supu disebut, juga nama Adam Djuje, “apakah pernah mendengar dan mengetahui nama Adam Djuje?,” tanya Mursyid Surya Candra, Kusa Hukum Tergugat VIII-XI (Ahli Waris Niko Naput).
Saksi pun mengaku tahu dan kenal. Namun Adam Djuje bukan merupakan salah satu Fungsionaris adat Nggorang. Menurutnya Adam Djuje hanya sebagai orang yang diberi kuasa untuk membantu menata lokasi tanah adat yang telah dibagikan.
Mursyid pun menanggapi bahwa apa yang diutarakan saksi yang selama 30 Tahun berdomisili di Labuan Bajo itu merupakan sebuah fakta. Karena saksi tidak pernah sekalipun mendengar, baik pembatalan surat penyerahan tanah, maupun kepemilikan tanah Abu Sofian Daeng Pabeta atau Asep.
“Kami cukup senang dengan keterangan yang disampaikan oleh saksi. Saksi menjelaskan secara detail soal kepemilikan tanah Karangan yang kemudian diserahkan ke Bapak Nazar Supu lalu dijual ke almarhum Nikolaus (Niko) Naput yang sekarang sudah bersertifikat dan dimiliki oleh masing-masing ahli waris dari Nikolas Naput,” ungkapnya.
Senada dengan Mursyid, Resha Siregar selaku Kuasa Hukum Tergugat I —VII membeberkan fakta-fakta pada persidangan sebelumnya.
Dimana saksi penggugat yang dihadirkan dalam sidang bukanlah orang yang berdomisili di Labuan Bajo tetapi warga asal Jakarta.
“Dihadapan majelis, saksi penggugat itu berkata bahwa di Labuan Bajo tidak ada fungsionaris adat. Bahkan menerangkan bahwa yang menguasai Labuan Bajo adalah tatanan Adat Goa dan Bima. Tentu ini akan menjadi pemicu konflik di Labuan Bajo,” kata Resha.
Sementara pada persidangan kali ini lanjutnya, pihaknya berhasil membawa satu saksi yang di mana ia telah tinggal di Labuan Bajo kurang lebih selama 30 tahun sejak tahun 1987.
Saksinya membenarkan bahwa yang berwenang untuk menyerahkan tanah ulayat itu adalah fungsionaris adat karena saksi sendiri pun juga telah menerima tanah ulayat fungsionaris adat hal yang sama juga di terima oleh Bapak Nasar Supu.
Inara Mahesa Chaidir (Kuasa Hukum Tergugat (XII-VII) pun buka suara. Menurutnya setelah mendengar kesaksian yang disampaikan Yohanes Don Bosko maka dalil penggugat yang menyatakan bahwa terdapat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh keluarga Nasar beserta ahli warisnya adalah dalil yang keliru dan mengada-ada.
Karena, lanjut dia, telah menjadi pengetahuan masyarakat dan dialami oleh saksi tergugat yang mendengar bahwa tanah yang ada di karangan itu adalah milik alm Nasar Supu yang selanjutnya di lakukan peralihan kepada Bapak Niko Naput.
“Hal ini sudah di ketahui umum dan ditengah perjalanan nya juga turut di akui oleh beberapa masyarakat lain seperti tertera dalam surat penyerahan tanah adat yang ditanda tangani dan disaksikan aparat Pemerintah Desa pada tahun 1990,” tutupnya.*