Distribusi Pupuk Subsidi di Manggarai dan Mabar, Satgassus Pencegahan Korupsi Polri Temukan Sejumlah Keluhan di Lapangan
PPL mengeluh kepada Satgassus Pencegahan Korupsi Polri, Hotman berikan masukan untuk berdayakan BUMDes dan KUD
LABUANBAJOVOICE.com – Ketua Tim Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pencegahan Korupsi Polri, Hotman Tabunan menilai kehadiran tim ke Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat, disebabkan penebusan pupuk bersubsidi di kedua wilayah ini menggunakan dua metode penebusan, yaitu dengan kartu tani dan KTP.
Selain itu, menurut Hotman, untuk melakukan pengecekan bagaimana dinas pertanian melakukan pendataan petani penerima pupuk bersubsidi.
“Berdasarkan hasil pemantauan, tim menemukan di kedua kabupaten tersebut masih banyak petani tidak mendapatkan pupuk subsidi, bahkan mencapai ribuan,” ujar Hotman melalui rilis diterima LABUANBAJOVOICE.com pada Minggu, 23 Juni 2024 malam.
Menurut dia, yang seharusnya secara kriteria berhak mendapatkan pupuk bersubsidi, tidak bisa mendapatkan pupuk bersubsidi, karena belum terdaftar di E-RDKK. Hal ini salah satunya disebabkan belum padu nomor NIK petani dengan data dukcapil, dan tidak cukupnya waktu untuk melakukan peng input an data di E-RDKK.
“Satgassus menyarankan, agar segera data NIK petani dipadu-padankan dengan data dukcapil dan kemudian segera mendaftarkan mereka (petani) di data Simluhtan dan data E-RDKK,” saran Hotman.
Selain itu, ia juga berikan saran kepada Kementerian Pertanian RI untuk beri waktu yang cukup di kabupaten untuk melakukan peng input an data di E-RDKK dan beri kebebasan pada dinas pertanian kabupaten melakukan perubahan E-RDKK nya dalam batas yang diperbolehkan oleh Permentan, menyesuaikan dengan kemampuan pendataan masing-masing kabupaten.
Hingga Juni 2024, tambahnya, masih banyak kartu tani yang belum disalurkan oleh bank kepada petani, sehingga petani tidak bisa menebus jatah pupuk bersubsidinya.
“Dari hasil pengamatan Satgassus dan berdasarkan persepsi petani di NTT akan kartu tani. Maka Satgassus menyarankan untuk tahun depan, penebusan pupuk bersubsidi di NTT cukup menggunakan satu mekanisme yaitu penebusan dengan menggunakan KTP,” pesan Hotman.
Ia juga katakan, masih belum terdistribusinya secara merata keberadaan kios. Bahkan ada petani yang harus menebus pupuk dengan jarak lebih kurang 80 km. Untuk itu, menurut dia, Satgassus menyarankan pada Kementerian Pertanian RI untuk mengatur dalam petunjuk teknis jarak maksimum keberadaan kios dari petani.
“Satgassus juga menyarankan untuk mempertimbangkan BUMDes dan KUD menjadi kios, sehingga dekat dengan lokasi petani,” jelas dirinya.
Selain itu kata dia, para distributor dan kios masih belum memahami petunjuk teknis penyaluran secara utuh, dan untuk itu Satgassus menyarankan agar PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) secara intens melakukan sosialisasi akan aturan-aturan teknis penebusan kepada para distributor dan kios di provinsi NTT.
“Kios dan distributor juga belum memahami kewajiban stok minimum di masing-masing gudang distributor dan kios. Untuk itu diharapkan dinas perdagangan kabupaten untuk mengawasi secara intens keberadaan stok ini, dan juga agar PIHC segera memberikan akses jumlah stok di kios dan distributor kepada dinas perdagangan dan dinas pertanian kabupaten. Sehingga mereka bisa melakukan pengawasan dan melakukan antisipasi jika stok tidak ada di kios dan distributor,” ujar Hotman.
Bahkan tambah dia, masih banyak nya penolakan transaksi penebusan oleh Tim Verifikasi dan Validasi (Verval) kecamatan, karena ketidaklengkapan administrasi. Hal ini sangat merugikan kios jika benar pupuk tersebut sudah disalurkan kepada petani.
“Untuk itu Satgassus menyarankan kepada Kementerian Pertanian RI untuk membuat petunjuk verval, dimana sebelum transaksi penebusan diverifikasi oleh Tim Verval kecamatan, agar terlebih dahulu transaksi ini di verval oleh Tim PIHC untuk memperbaiki dan melengkapi administrasi yang diperlukan sesuai standar yang ada. Sehingga memastikan tidak adanya lagi penolakan keabsahan transaksi oleh Tim Verval Kecamatan,” saran Hotman lagi.
Dalam kesempatan ini juga, Satgassus mendapatkan keluhan dari petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Bahwa mereka (PPL) tidak lagi didukung operasional yang memadai ketika melaksanakan tugas pendataan petani dan verifikasi validasi transaksi penebusan pupuk bersubsidi.
Ia meminta pada pemerintah kabupaten dan Kementerian Pertanian RI untuk memberikan dukungan operasional yang cukup bagi PPL di dua kabupaten tersebut.
“Mengingat, strategisnya peran PPL dalam menjaga akuntabilitas dan transparansi program pupuk bersubsidi ini yang menggunakan metode digitalisasi dalam pendataan, penebusan, serta verifikasi dan validasi transaksi,” tutup Hotman.
Penulis: Hamid