Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp LabuanBajoVoice.Com
+ Gabung
“Pengukuran saya terlibat, ada fungsionaris adat, camat, lurah, BPN termasuk dengan bos saya (almarhum Nikolaus Naput). Tidak ada pemilik lain. Pemilik tanah waktu itu memang Niko Naput beli dari Nasar Supu. Haji Ramang anak Haji Ishaka dan Muhamad Syair anak dari Haku Mustafa itu wakil dari fungsionaris adat,” jelas Jemao menjawab pertanyaan Kuasa Hukum Tergugat.
Ia menegaskan bahwa dirinya telah berkerja bersama almarhum Niko Naput sejak 1995, dan pertama kali mengunjungi tanah yang diperkarakan itu pada 1996 hingga 2024.
“Saya sejak 1995 kerja dengan Pak Niko Naput. Saya dengan Niko Naput pernah ke lokasi tahun 1996 pertama kali ke sana kami dulu naik perahu motor dari Kampung Ujung. Waktu itu saya dengan bapak Niko Naput dan istrinya , Haji Nasar Supu, Ishaka, Adam Djudje,” ujar Jemao.
Sementara itu, Kuasa Hukum Tergugat ahli waris Niko Naput, Mursyid Surya Candra menyampaikan dari keterangan saksi dapat diketahui bahwa Tanah Karangan atau Golo Karangan tidak terdapat nama pemilik lain selain Nasar Supu, Niko Naput dan Beatrix Seran Ngebbu.
“Pokoknya dalam keterangan saksi disampaikan dalam persidangan terkonfirmasi bahwa, selama ini memang tidak pernah muncul nama orang-orang selain Bapak Nasar Bin Haji Supu, Bapak Nikolas Naput dan Ibu Beatrix Seran Ngebbu sebagai pemilik dari Tanah Karangan dan Golo Karangan,” ujar Mursyid usai sidang.
Dalam kesempatan yang sama Kuasa Hukum Tergugat Keluarga Nasar, Resha Siregar mengungkap berdasarkan keterangan saksi yang dihadirkan dapat di ketahui bahwa kepemilikan tanah oleh Niko Naput dari Nasar Supu sudah sesuai dengan ketentuan adat dan hukum yang berlaku.
“Tanah Karangan itu dahulunya adalah milik alm Nasar Supu, selanjutnya di beli Bapak Niko Naput dengan mengikuti ketentuan-ketentuan adat dan hukum yang berlaku, jadi salah besar kalau mengatakan keluarga Nasar itu bukan pelepasan hak secara melawan hukum, ada tanah yang kami serobot itu salah, keliru dan mengada-ada,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, semua tokoh masyarakat terdahulu di Labuan Bajo sejak tahun 1990 mengakui bahwa Tanah Karangan itu dahulunya adalah milik Nasar Supu yang selanjutnya dibeli oleh Niko Naput dengan mengikuti ketentuan-ketentuan adat dan hukum yang berlaku.
“Jadi adalah salah besar kalau mengatakan keluarga Nasar itu bukan pelepasan hak secara melawan hukum, ada tanah yang kami serobot itu salah, keliru dan mengada-ada,” tutur Resha Siregar.
Kuasa Hukum tergugat Kadiman Santosa, Josep Tambunan menjelaskan berdasarkan keterangan saksi menjelaskan bahwa Penggugat Muhamad Thasyrif baru hadir di Labuan Bajo sekitar tahun 2017.Penguggat tidak pernah muncul sejak tahun 1990-an.
Kesimpulan kita, semua pejabat dalam artian pemerintah dari Kecamatan, Lurah maupun fungsionaris adat satu-satunya hanya mengakui bahwa pemilik tanah tersebut adalah milik dari keluarga Naput, tidak ada pihak lain di Karangan dan Golo Karangan.
“Dari keterangan saksi menjelaskan, Muhamad Thasyrif tidak pernah muncul di tahun 1990. Pada saat penyerahan, penggugat tidak pernah muncul di 1996. Pengukuran di Kantor Pertanahan, penggugat tidak pernah muncul, mediasi tidak pernah muncul, tiba-tiba 2017 muncul, itu yang menjadi pertanyaan kalau ini tidak ada legal standingnya,” ungkap Josep Tambunan.
Para kuasa hukum pihak tergugat berharap, melalui saksi yang dihadirkan dapat memperjelas terkait latar belakang kepemilikan Tanah Karangan, serta bahan pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara ini nantinya.
Seperti diketahui, almarhum Nikolaus Naput dan almarhuma Beatrix Seran Nggebu merupakan pemilik sah atas tanah seluas ± 40 hektar yang terletak di Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat yang dikenal sebagai tanah Karangan dan tanah Golo Kerangang.