KPH Manggarai Barat Pamerkan Produk Lokal Hasil Karya Para Petani
UPTD KPH Manggarai Barat lakukan pembinaan terhadap kelompok petani

LABUANBAJOVOICE.com – Unit Pelaksana Teknis Daerah Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPTD KPH) Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur selama ini telah membentuk kelompok Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk masyarakat.
Kelompok ini dibuat merupakan inisiatif dari UPTD KPH Manggarai Barat (Mabar) sendiri dalam rangka menjemput peluang label kota Labuan Bajo sebagai daerah pariwisata super premium.
Kepala UPTD KPH Mabar, Stefanus Nali kepada media di Labuan Bajo, Senin (1/7/2024) mengatakan, kami sudah membentuk kelompok binaan selama ini, diantaranya kelompok penghasil madu, kelompok kerajinan bambu, kelompok produksi kopi dan beberapa kelompok lain nya.
Berikut adalah beberapa hasil produksi kelompok binaan oleh UPTD KPH Manggarai Barat, sebagai berikut:
1. Madu Labuan Bajo

Dikatakan Stefanus, total kelompok tani yang kita bina sekarang ini, untuk madu itu ada 12 kelompok yang sudah dibentuk dan sudah dilakukan sosialisasi. Tapi, yang bisa kami tangani baru 5 kelompok sekarang ini.
“Yang kami tangani baru 5, khusus untuk madu hutan. Khusus madu hutan itu, ada 12 kelompok sebenarnya sudah kita lakukan sosialisasi, tapi yang saya bisa tangani sekarang ini baru 5 kelompok,” kata Stefanus.
Menurut dia, kelompok madu hutan ini sudah dibentuk hampir di semua kecamatan di Kabupaten Manggarai Barat. Kelompok yang dibuat ini juga, tidak dibatasi jumlah nya berapa setiap anak kampung. Tergantung masyarakat sendiri. Berapa pun jumlah kelompok yang dibentuk akan di lakukan pembinaan.
“Siapa pun yang mau bergabung dan bentuk kelompok, kami siap berkolaborasi. Kita siap bekerjasama, dan yang mau kerja sama kita bina. Dalam satu desa, mau empat atau lima kelompok, kita tangani semua,” tutur nya.
Adapun desa-desa yang sudah pernah dilakukan sosialisasi oleh KPH Mabar sendiri diantaranya Desa Golo Sepang, Desa Tanjung Boleng, Desa Golo Mori, Desa Nanga Bere, Desa Nggilat, Desa Mbako, Desa Nanga Kantor, Desa Tiwu Tanah, Desa Tiwu Nampar dengan Desa Golo Ketak.
Namun, kata dia, dari sekian desa yang pernah dilakukan survei dan sosialisasi, baru lima kelompok saja yang berjalan hingga saat ini. Dan dari lima itu, ada di tiga desa.
“Kita sudah pernah sosial, pernah survei.
Yang lima kelompok itu ada tiga desa. Desa Golo Sepang, Desa Tanjung Boleng, Desa Nggilat. Itu yang produksi kita sekarang,” jelasnya.
Lima kelompok itu kata dia, diantaranya kelompok Bantang Cama, Kelompok Kawe Mose, Kelompok Harapan Bersama, dan Kelompok Tungku Mose yang ada di Desa Golo Sepang. Kemudian, di Desa Tanjung Boleng, Kampung Kokor itu ada nama kelompok Wani Edar.
Untuk madu, kata Stefanus, sudah ada beberapa masyarakat itu bisa beli motor sendiri hasil produksi madu yang mereka punya.
“Sudah bisa beli motor dengan hasil madu, beli motor cash (kontan), karena dari beberapa yang kita fasilitas itu, pada saat turun kelapangan sekaligus bawah uang Rp150.000.000 untuk beli hasil produk mereka,” jelas dia.
Itupun, lanjut nya, tidak cukup. Koperasi itu beli madu dari mereka, dan nanti koperasi ini yang jual. Dan itu di beli diatas harga pasar. Artinya, paling tidak dampaknya yang kami rasakan dengan masyarakat dibawah ini, dari madu saja sudah bisa beli motor. Dan paling tidak, madu yang mereka produksi itu juga dihargai.
Karena kata dia, selama ini masyarakat masih melakukan penjualan dengan cara sendiri-sendiri. Jualan nya pun mangsa pasarnya juga belum maksimal. Biarkan mereka memproduksi saja, kita bertugas untuk membantu melakukan penjualan.
2. Gula Aren/Gola Kolang/Gola Malang/Gola Puteng

Selain kelompok madu tani, kata dia, ada juga prodak lain yang di kembangkan di Mabar, yaitu Gula Aren.
“Gula Aren. Kalau kita sebut di Manggarai ini, kita sebut Gola Kola atau Gola Malang atau Gola Puteng. Jadi, Gola Puteng ini kami lihat secara umum, untuk pemasaran umum boleh, bisa. Tapi untuk kebutuhan pariwisata itu tidak mungkin,” ujar Kepala UPTD KPH Mabar itu.
Makanya, tambah dia, kami berinsiatif untuk membuat modifikasi Gola Puteng ini menjadi ukuran yang lebih kecil dan bisa dipasarkan di tempat usaha wisata.
“Kita modifikasi prodak ini menjadi lebih kecil dan bisa dimanfaatkan untuk pariwisata. Jadi budaya nya tetap, Gola Puteng nya tetap, jumlahnya tetap. Tapi ukurannya di perkecil,” jelasnya.
Gola Puteng sekarang ini menurut dia, baru ada dua kelompok. Ada di Kampung Leda Desa Pangga Leda, Kecamatan Kuwus Barat. Kemudian di Desa Semang, Kecamatan Welak.
“Baru dua kelompok untuk kelompok tani Gola Kolang,” kata Stefanus.
Selain itu kata dia, hasil dari testimoni beberapa orang pengunjung di Labuan Bajo. Hampir semua daerah yang mereka lakukan kunjungan belum pernah mereka temukan kemasan gula seperti ini, hanya ada di Manggarai Barat saja.
3. Bambu Strung atau Sedotan Bambu

Kemudian, kata dia, selain itu kita juga ada bina kelompok bambu. Ada Bambu Strung atau Sedotan Bambu.
“Kenapa kita kembangkan itu?,” ujar nya dalam bentuk kalimat tanya.
Lebih lanjut dia jelaskan, karena secara umum kita lihat di media sosial, ada sedotan dari bahan bambu. Potensi itu menurut nya, ada di masyarakat.
“Kita lihat di media sosial, ada sedotan bambu, potensi itu ada di kami. Ada di kita. Helung kita disini itu banyak. Yang dijual itu, yang di media sosial juga pakai helung. Kita punya (ada helung). Kita coba memproduksi untuk sedotan,” jelasnya
Kalau sedotan, menurut dia, malah itu yang lebih banyak kelompok nya. Sekitar 16 kelompok tani binaan yang ada. Hanya saja vakum. Yang aktif hanya dua kelompok, ada di Kelurahan Suka Kiong, Kecamatan Kuwus.
“Sebenarnya potensi nya banyak sekali kelompok yang di pernah bina, itu banyak. Banyak yang produksi dan bawah ke sini. Sehingga kita punya ini, banyak sekali sedotan dari bahan bambu helung,” ujar dia.
4. Kopi Saset Bambu Labuan Bajo

Ia juga menyampaikan, selain sedotan, ada kopi bambu. Kopi saset dari bambu, dikemas dalam bentuk bambu helung dengan ukuran 12 cm.
“Ada bentuk kopi saset dari kemasan bambu, dari bambu helung dengan ukurannya 12 cm. Terus, kopi nya itu di lapis dengan daun pisang. Kemasan luarnya dari bambu, didalam nya kemasan atau dibungkus daun pisang kopi nya. Dan semua bahan yang digunakan itu dari alam. Itu tidak menggunakan produk dari bahan perusahaan,” jelas dia.
Untuk desa binaan Kopi Saset Bambu ini yang aktif itu hanya satu. Itu ada Kelurahan Golo Ru’u. Itu yang aktif, dari total yang kita urus ada 6 desa. Yang aktif baru satu, karena memang pemasaran nya belum terlalu bagus.
Untuk Kopi Saset Bambu, kelompok nya terbagi menjadi dua kelompok. Ada kelompok pembuatan kemasan dari bambu dan ada juga kelompok untuk produksi kopi. Untuk kelompok bambu ada dua kelompok, sementara untuk kelompok produksi kopi itu ada tiga kelompok yang dibina.
Kelompok produksi kopi itu, kata dia, ada di Desa Nantal Kecamatan Kuwus, Desa Ndoso Kecamatan Ndoso, Desa Watu Manggat Kecamatan Macang Pacar.
“Ada tiga desa yang memproduksi kopi,” jelas dia.
5. Kopi Gelas Bambu Labuan Bajo

Selain Kopi Saset Bambu, kata dia, ada lagi Kopi Gelas Bambu dengan ukuran kemasan 300 gram. Itu juga dikemas dari bambu
“Tapi dengan kemasan alam, kemasan dari bambu juga dengan ukuran 300 gram. Kami berkeinginan itu, semua nya bahan lokal hasil dari para petani sendiri. Tidak seperti yang ada, yang dijual di tokoh-tokoh. Kami mau, produksi yang kami inginkan tidak menggunakan bahan plastik, menggunakan bahan lokal, bahan dari alam,” ujarnya.
6. Bungkus Rokok Bambu
Kemudian tambah dia, ada juga bungkus rokok portabel dari bambu. Prodak ini dalam rangka mendukung kota Labuan Bajo sebagai daerah pariwisata super premium. Tentu kita berupaya, agar kota Labuan Bajo bebas dari sampah.
“Saya masih mencoba membuat ini agar pengendalian satu seri rokok itu bisa di kendalikan oleh satu yang namanya asbak portabel. Bungkus rokok bambu itu, ada juga asbaknya di dalam,” jelas dia.
Sehingga, dia berharap, semua perokok itu tidak buang sembarangan puntungnya. Ketika kita atau orang-orang yang melakukan kunjungan wisata di Kepulauan, mereka tidak membuang sampah atau puntung rokok mereka ke laut atau di kawasan wisata. Puntung rokok itu, bisa mereka bawah kembali ke darat dan dibuang ditempat sampah.
“Setelah dipakai, dan kembali dari pulau nanti sampah puntung rokok itu tidak dibuang sembarangan. Jadi sampah puntung rokok itu bisa bawah kembali ke daratan dalam kemasan bungkus rokok bambu tadi,” harapnya.
Kelompok Binaan Dibentuk
Menurut Stefanus, kelompok binaan yang sudah dilakukan pendampingan selama ini sejak tahun 2017 hingga sekarang.
Untuk produk yang sudah dibuat oleh kelompok tani selama ini, kata dia, untuk pemasaran cukup bagus sementara ini yaitu Madu Labuan Bajo. Sementara prodak yang lain masih perlu dibenahi dan dipoles sedemikian rupa lagi, agar hasilnya bisa maksimal, konsumen juga merasa puas dengan produk lokal kita punya.
Kemudian untuk Madu Labuan Bajo ini kata dia, butuh sentuhan polesan lagi. Karena masih ada beberapa kekurangan yang ada. Ketika para pembeli mencoba hasil madu yang telah dibuat, kami juga berharap ada masukan soal produksi ini. Agar kami bisa memperbaiki lagi.
“Yang lain-lain masih kita poles, karena kita mulai dari awal dengan produk ini masih banyak kekurangan kekurangan sehingga ada masukan masukan dari pembeli itu kita kembalikan ke masyarakat untuk diperbaiki dan sampai hari ini masih proses itu, gitu. Proses pembenahan,” ujar Stefanus.
Motivasi
“Motivasi dirinya adalah sebenarnya sederhana. Dari sisi teknis, kami sebenarnya, yang saya kembangkan ini namanya Hasil Hutan Bukan Kayu,” kata dia.
Sehingga, lanjut dia, ini bagian yang harus dia bina. Kita mengendalikan produksi kayu, tetapi kita harus memanfaatkan Hasil Hutan Bukan Kayu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, karena semangat nya untuk kehutanan sekarang ini; Masyarakat Sejahtera, Hutan Lestari.
“Tidak mungkin itu hutan lestari, ketika masyarakat nya lapar. Itu semangat nya. Secara teknis gitu,” tegasnya.
Kemudian tambah dia, pembentukan pertama KPH ini, itu semacam UPT yang nanti kemudian bisa membina masyarakat berpikir soal entrepreneurship, dan itu disampaikan oleh Presiden Jokowi tahun 2017 di Mangunan, Yogyakarta.
“Itu disampaikan langsung oleh Pak Jokowi. Harapan dari presiden waktu itu, setiap KPH itu minimal ada satu produk. Menghasilkan satu produk yang bisa di jual, baik di jual skala daerah maupun nasional, bahkan kalau bisa tembus go internasional,” jelas dia.
Kalau prodak lokal bisa tembus di kancah internasional kata dia, tentu kita harus kembangkan dulu sebelum diterima di pasaran global. Peran pemerintah juga sangat penting bagi kelompok tani dibawah.
Strategi Pemasaran

Selama ini kata dia, setelah prodak ini telah dibuat oleh kelompok tani. Belum jelas mangsa pasar penjualan nya kemana. Belum ada pihak konsumen melirik barang-barang yang diproduksi oleh kelompok tani selama ini. Karena mungkin tidak tahu keberadaan.
“Yah, mau tidak mau kita harus bergerak. Karena kesalahan nya, yang menurut saya selama ini kami hanya mengembangkan di hulu tidak pernah menghantarkan hasil prodak ke hilir. Sekarang kami coba merubah, kami kembangkan di hulu kemudian kami bawah ke hilir untuk dilakukan penjualan,” kata dia.
Contoh kata dia, dulu kami hanya fokus pada pengembangan di hulu tapi tidak berpikir untuk hadirkan barang ini seperti madu ke hilir atau ke pasar.
“Dulu kita hanya mengembangkan kelompok, kita bantu tanpa kita bawah barang untuk jual di pasar. Kalau sekarang , kita kembangkan di hulu dan bawah barang itu ke hilir dan jual di pasar,” kata dia.
Kemudian, kata dia, orang-orang yang melakukan penjualan disini, orang-orang di koperasi.
“Yang jual disini koperasi, KPH kolaborasi dengan koperasi, koperasi karyawan disini. Koperasi Rimbawan namanya. Koperasi ini juga memiliki produk dengan nama Kopi Rimbawan. Selain itu juga, di kelompok binaan ada juga produk gantung kunci bahan lokal,” jelasnya.

Kemudian lanjut dia, yang ikut membantu melakukan penjualan itu, orang-orang yang tergabung didalam Koperasi Rimbawan. Koperasi Rimbawan ini, koperasi yang beranggotakan dari para staf yang ada di KPH Mabar sendiri. Koperasi ini berdiri sejak 2008, sejak dinas kehutanan ada.
“Sebagai anggota koperasi, mereka wajib melakukan penjualan produk dari kelompok tani binaan. Kemudian, sebagai staf, mereka melakukan pembinaan kepada kelompok-kelompok yang sudah terbentuk,” jelas dia.
Harapan
Ia berharap, untuk masyarakat, mari bersama-sama membangun Labuan Bajo ini. Labuan Bajo ini super premium, dan mari kita berkarya untuk Labuan Bajo.
“Mari kita berkarya untuk Labuan Bajo. Tidak usah melihat siapa pun begitu, tetapi melihat diri kita, siapa kita dan apa yang kita punya dan apa yang perlu kita lakukan,” harapnya.
Selain itu, ia juga berharap kepada pemerintah mari kita jadikan produk ini menjadi salah satu produk lokal andalan.
“Kenapa saya bilang begitu, karena gula, madu, dan beberapa produk yang kita bina kelompok nya itu, itu prodak masal, bukan UMKM. Bukan UMKM per orangan tetapi UMKM yang ada di masyarakat,” harap nya.
Dia juga pernah berkomunikasi secara pribadi ke beberapa birokrat di Manggarai Barat, termasuk sekretaris daerah (sekda) Mabar Fransiskus Hans Sodo pada saat dia berkunjung di kantor KPH Mabar, agar kelompok binaan yang dibentuk bisa kolaborasi bersama-sama.
“Secara pribadi ada beberapa yang sudah saya sampaikan. Termasuk pak sekda sendiri sudah pernah datang kesini, memang follow up nya belum,” ujarnya.
Ia juga katakan, pada saat diri nya terjun ke masyarakat dan bertanya kepada masyarakat, dampak apa saja yang mereka rasakan pada saat ini, bahwa Labuan Bajo ini daerah super premium. Mereka, masyarakat bilang belum ada.
Ia juga berharap, kue pariwisata premium Labuan Bajo ini bisa sampai di masyarakat.
“Yang selama ini kita bilang, hampir semua kita bilang, kalau kita ke kampung. Kue apa sih yang dibawah premium untuk masyarakat sampai hari ini?. Hampir kita semua bilang, belum,” kata dia.
Kalau mau kue premium sampai di masyarakat, lanjut nya, jadikanlah gula, kopi dengan madu ini menjadi produk andalan.
“Saya yakinkan, bahwa ini bukan produk UMKM perorangan tetapi ini produk masyarakat yang ada di masyarakat. Dan ini teknologi adalah teknologi masyarakat, ramah lingkungan,” harap dia.
Penulis: Hamid