LABUANBAJOVOICE.COM – Pernyataan kontroversial Kepala Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Manggarai Barat, Maria Yuliana Rotok, yang menyebut masyarakat Komodo “numpang hidup” di tanah negara, memicu gelombang protes keras dari masyarakat setempat.
Organisasi Kepemudaan Gerakan Pemuda Ansor Manggarai Barat (GP Ansor) turut angkat suara, menyebut pernyataan tersebut melukai hati masyarakat adat Komodo yang selama ini menjadi bagian penting dari pembangunan daerah.
Reaksi keras pertama kali disampaikan oleh Ketua GP Ansor Manggarai Barat, Rusliadi, dalam keterangan persnya kepada media di Labuan Bajo, Selasa (14/10/2025).
Menurutnya, ucapan tersebut sangat tidak pantas dan tidak mencerminkan penghargaan terhadap masyarakat Komodo yang telah puluhan tahun hidup dan berkontribusi di wilayah tersebut.
“Masyarakat telah lama tinggal di Pulau Komodo, membayar pajak, dan ikut membangun daerah. Pernyataan seperti ini membuat masyarakat Komodo merasa tidak dihargai,” tegas Rusliadi.
Menurut Rusliadi, pernyataan Kepala Bapenda tersebut bukan hanya menyakiti masyarakat adat Komodo, tetapi juga dapat memperburuk hubungan antara pemerintah dan masyarakat yang tinggal di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK).
Ia menilai pernyataan itu terkesan mengabaikan realitas sejarah dan fakta kontribusi masyarakat dalam mendukung sektor pariwisata dan ekonomi daerah.
“Pemerintah seharusnya lebih bijak dalam mengeluarkan pernyataan publik. Ucapan pejabat tidak boleh melukai hati masyarakat adat. Apalagi masyarakat Komodo adalah bagian sah dari republik ini dan telah memenuhi kewajiban sebagai warga negara,” tambahnya.
GP Ansor mendesak pemerintah daerah untuk mengambil sikap tegas dan meminta klarifikasi terbuka dari Kepala Bapenda atas pernyataan tersebut.
Menurut Rusliadi, masyarakat Komodo berhak atas penghargaan dan perlindungan sebagai warga negara, bukan justru distigmatisasi sebagai “penumpang” di tanah sendiri.
“Kami minta pemerintah daerah bersikap tegas atas pernyataan ini. Jangan biarkan masyarakat adat Komodo merasa terpinggirkan di tanah kelahiran mereka sendiri,” ujar Rusliadi.
Selain GP Ansor, sejumlah warga Pulau Komodo juga menyampaikan keberatan mereka secara langsung melalui berbagai forum komunitas dan media sosial.
Mereka menilai pernyataan tersebut menggambarkan ketidakpekaan terhadap sejarah panjang keberadaan masyarakat adat Komodo yang telah hidup turun-temurun di kawasan TNK jauh sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai kawasan konservasi.
Kontroversi ini diperkirakan akan menjadi perhatian serius, mengingat Pulau Komodo merupakan kawasan strategis yang menjadi ikon pariwisata Indonesia dan masuk dalam kategori destinasi super prioritas nasional.
Relasi harmonis antara masyarakat adat, pemerintah, dan pengelola kawasan konservasi sangat penting dalam menjaga stabilitas sosial dan keberlanjutan pariwisata.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Bapenda Manggarai Barat belum memberikan klarifikasi resmi atas pernyataan yang menuai polemik tersebut.**
Tinggalkan Balasan