“Kata Ina di beberapa daerah di NTT berarti ibu atau mama. Kalau kami merindukan Ina, itu berarti kami merindukan rumah dan tanah kelahiran kami, yaitu NTT,” ujar Yoseph dalam keterangannya kepada media di Labuan Bajo, Sabtu (1/11/2025).

Menurutnya, Ina Nusa Festival bukan sekadar kegiatan hiburan, melainkan ruang nostalgia dan refleksi identitas yang menghubungkan mahasiswa NTT dengan akar budayanya di tengah kehidupan kampus di Pulau Jawa.

Menariknya, gagasan besar ini lahir dari percakapan sederhana di warung kopi. Ketua Panitia Pelaksana, Philipus Pelea H. Bani, mengungkapkan bahwa ide awal festival hanya berupa wacana santai di antara rekan-rekan mahasiswa.

“Awalnya hanya wacana saja saat nongkrong di warkop, tapi berkat dukungan teman-teman dan para senior, akhirnya bisa terwujud,” jelas Philipus.

Festival ini tidak hanya melibatkan mahasiswa NTT, tetapi juga mahasiswa asal Maluku dan Papua, memperkuat semangat solidaritas mahasiswa Indonesia Timur di Surabaya.

Dukungan juga datang dari berbagai komunitas dan sanggar budaya seperti Ikatan Mahasiswa NTT Universitas Surabaya, Sanggar Reging Lima, Sanggar Manggarai, dan Komunitas Hamas, serta kontribusi pribadi dari individu yang peduli pada pelestarian budaya.