Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp LabuanBajoVoice.Com
+ Gabung
Selain Kopi Saset Bambu, kata dia, ada lagi Kopi Gelas Bambu dengan ukuran kemasan 300 gram. Itu juga dikemas dari bambu
“Tapi dengan kemasan alam, kemasan dari bambu juga dengan ukuran 300 gram. Kami berkeinginan itu, semua nya bahan lokal hasil dari para petani sendiri. Tidak seperti yang ada, yang dijual di tokoh-tokoh. Kami mau, produksi yang kami inginkan tidak menggunakan bahan plastik, menggunakan bahan lokal, bahan dari alam,” ujarnya.
6. Bungkus Rokok Bambu
Kemudian tambah dia, ada juga bungkus rokok portabel dari bambu. Prodak ini dalam rangka mendukung kota Labuan Bajo sebagai daerah pariwisata super premium. Tentu kita berupaya, agar kota Labuan Bajo bebas dari sampah.
“Saya masih mencoba membuat ini agar pengendalian satu seri rokok itu bisa di kendalikan oleh satu yang namanya asbak portabel. Bungkus rokok bambu itu, ada juga asbaknya di dalam,” jelas dia.
Sehingga, dia berharap, semua perokok itu tidak buang sembarangan puntungnya. Ketika kita atau orang-orang yang melakukan kunjungan wisata di Kepulauan, mereka tidak membuang sampah atau puntung rokok mereka ke laut atau di kawasan wisata. Puntung rokok itu, bisa mereka bawah kembali ke darat dan dibuang ditempat sampah.
“Setelah dipakai, dan kembali dari pulau nanti sampah puntung rokok itu tidak dibuang sembarangan. Jadi sampah puntung rokok itu bisa bawah kembali ke daratan dalam kemasan bungkus rokok bambu tadi,” harapnya.
Kelompok Binaan Dibentuk
Menurut Stefanus, kelompok binaan yang sudah dilakukan pendampingan selama ini sejak tahun 2017 hingga sekarang.
Untuk produk yang sudah dibuat oleh kelompok tani selama ini, kata dia, untuk pemasaran cukup bagus sementara ini yaitu Madu Labuan Bajo. Sementara prodak yang lain masih perlu dibenahi dan dipoles sedemikian rupa lagi, agar hasilnya bisa maksimal, konsumen juga merasa puas dengan produk lokal kita punya.
Kemudian untuk Madu Labuan Bajo ini kata dia, butuh sentuhan polesan lagi. Karena masih ada beberapa kekurangan yang ada. Ketika para pembeli mencoba hasil madu yang telah dibuat, kami juga berharap ada masukan soal produksi ini. Agar kami bisa memperbaiki lagi.
“Yang lain-lain masih kita poles, karena kita mulai dari awal dengan produk ini masih banyak kekurangan kekurangan sehingga ada masukan masukan dari pembeli itu kita kembalikan ke masyarakat untuk diperbaiki dan sampai hari ini masih proses itu, gitu. Proses pembenahan,” ujar Stefanus.
Motivasi
“Motivasi dirinya adalah sebenarnya sederhana. Dari sisi teknis, kami sebenarnya, yang saya kembangkan ini namanya Hasil Hutan Bukan Kayu,” kata dia.
Sehingga, lanjut dia, ini bagian yang harus dia bina. Kita mengendalikan produksi kayu, tetapi kita harus memanfaatkan Hasil Hutan Bukan Kayu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, karena semangat nya untuk kehutanan sekarang ini; Masyarakat Sejahtera, Hutan Lestari.
“Tidak mungkin itu hutan lestari, ketika masyarakat nya lapar. Itu semangat nya. Secara teknis gitu,” tegasnya.
Kemudian tambah dia, pembentukan pertama KPH ini, itu semacam UPT yang nanti kemudian bisa membina masyarakat berpikir soal entrepreneurship, dan itu disampaikan oleh Presiden Jokowi tahun 2017 di Mangunan, Yogyakarta.
“Itu disampaikan langsung oleh Pak Jokowi. Harapan dari presiden waktu itu, setiap KPH itu minimal ada satu produk. Menghasilkan satu produk yang bisa di jual, baik di jual skala daerah maupun nasional, bahkan kalau bisa tembus go internasional,” jelas dia.
Kalau prodak lokal bisa tembus di kancah internasional kata dia, tentu kita harus kembangkan dulu sebelum diterima di pasaran global. Peran pemerintah juga sangat penting bagi kelompok tani dibawah.
Strategi Pemasaran