Dalam forum tersebut, Laka Lena mengurai sejumlah tantangan strategis yang masih dihadapi NTT. Pertama, alih fungsi lahan produktif dan ruang terbuka hijau yang belum terkendali, terutama di wilayah timur. Kondisi ini, kata dia, mengancam ketahanan lingkungan dan kemandirian pertanian.

Kedua, kapasitas daerah dalam hal sumber daya manusia, kelembagaan, dan anggaran masih terbatas. Keterbatasan ini berdampak pada lambannya penyusunan dan pengawasan dokumen tata ruang seperti RTRW dan RDTR.

Ketiga, kesenjangan regulasi serta minimnya partisipasi masyarakat juga menjadi catatan penting.

“Keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengawasan tata ruang sangat penting agar pembangunan memperoleh legitimasi sosial dan terhindar dari potensi konflik,” tegasnya.

Keempat, dinamika regulasi baru terkait investasi dan perizinan juga membuka potensi gesekan di lapangan, terutama di kawasan berkembang pesat.

Karena itu, penataan ruang di NTT diarahkan untuk adaptif terhadap perubahan kebijakan nasional, namun tetap berpihak pada keberlanjutan lingkungan dan kepentingan masyarakat lokal.