Namun, tambahnya, mobilitas wisatawan asing yang berpindah ke kapal dalam 3–4 hari seringkali tidak terdeteksi secara real time.
“Hal ini yang ingin kami perkuat melalui integrasi data bersama KSOP, sehingga pergerakan orang asing bisa terus terpantau dan tidak ada celah yang terlewat,” katanya.
Menurut Arvin, strategi pengawasan orang asing di tingkat provinsi telah dirancang dalam bentuk tim pengawasan terpadu, sosialisasi kepada stakeholder, serta pengembangan aplikasi kontrol mobilitas WNA di kawasan perairan.
“Kerja sama ini akan menjadi dasar untuk berbagi data antarinstansi, termasuk potensi integrasi dengan kepabeanan, TNI AL, hingga pemerintah daerah,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala KSOP Kelas III Labuan Bajo, Stephanus Risdiyanto, menyampaikan dukungannya terhadap penguatan fungsi keimigrasian.
Ia menegaskan, lebih dari 80 persen wisatawan yang beraktivitas di Labuan Bajo bergerak melalui jalur laut, dan pada musim tertentu 70 persen di antaranya merupakan turis asing.
“Melalui sistem elektronik tiket kapal, manifest penumpang kini lebih akurat dan terkendali. Data ini tidak hanya penting untuk menghindari over capacity kapal, tetapi juga menjadi basis bagi instansi lain, termasuk imigrasi, pemerintah daerah untuk pendapatan, dan aparat keamanan saat terjadi insiden kedaulatan,” jelas Stephanus.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan