Wawan menjelaskan, pendidikan berintegritas tidak cukup hanya bertumpu pada kejujuran siswa saat ujian. Penguatan sistemik pada tiga pilar utama menjadi kunci: pembentukan karakter berintegritas, ekosistem pendidikan antikorupsi, dan tata kelola kelembagaan yang bersih dari penyimpangan.

Dari hasil pemetaan SPI, karakter peserta didik justru menunjukkan tren positif dengan skor 76,88. Artinya, nilai kejujuran dan tanggung jawab mulai tumbuh di ruang kelas. Namun, capaian ini belum diimbangi dengan sistem kelembagaan yang kokoh dan transparan.

“Nilai-nilai integritas seperti kejujuran, tanggung jawab, dan etika mulai tampak di kalangan peserta didik, meski belum sepenuhnya merata dan konsisten,” tegas Wawan.

Nada serupa disampaikan Direktur Jejaring Pendidikan KPK, Dian Novianthi. Ia mengungkapkan, meskipun partisipasi survei mencapai 88,64 persen, integritas pendidikan di NTT masih berada pada tahap awal yang memerlukan penyempurnaan berkelanjutan.

“Sudah ada langkah transparansi seperti audit internal dan mekanisme pengawasan. Tapi pelaksanaannya belum konsisten, masih banyak celah perilaku tidak berintegritas,” ujarnya.