LABUANBAJOVOICE.COM – Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Manggarai Barat hingga 22 September 2025 baru mencapai sekitar 66 persen atau Rp188 miliar dari total target tahun ini sebesar Rp281,2 miliar.

“Target kita di angka Rp281,2 miliar. Realisasi kita per hari ini sudah sampai di 66 persen, hampir 67 persen atau sekitar Rp188 miliar,” kata Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Manggarai Barat, Maria Yuliana Rotok, Senin (22/9/2025).

Maria menjelaskan, PAD Manggarai Barat bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, hingga lain-lain PAD yang sah.

Namun, sektor pariwisata disebut sebagai penopang terbesar. “Saya boleh katakan 90 persen penerimaan PAD kita itu dari sektor pariwisata. Ada pajak hotel, restoran, PPHTB, dan berbagai jenis pajak lainnya,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga ikut menyumbang. Maria mencontohkan, di luar Kecamatan Komodo, PBB berasal dari masyarakat umum seperti petani dan peternak. Namun, di wilayah Komodo, wajib pajak terbesar tetap datang dari pelaku usaha pariwisata.

Pada kesempatan itu, ia juga membandingkan data pada tahun 2024, target PAD Manggarai Barat ditetapkan Rp313 miliar. Namun, realisasi hanya mencapai Rp273 miliar.

Menurut Maria, angka tersebut masih didominasi oleh penerimaan dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang pada tahun lalu sempat menyentuh Rp81 miliar.

Bapenda kedepannya menargetkan penguatan PAD melalui pajak baru di sektor-sektor potensial.

“Ke depan, fokus kami di pajak hotel, pajak restoran, reklame, hiburan, hingga pajak parkir. Tren kendaraan di Manggarai Barat terus meningkat, sehingga potensi pajak parkir sangat besar,” kata Maria.

Selain itu, pajak mineral bukan logam dan batuan atau galian C juga menjadi perhatian, mengingat pesatnya pembangunan di daerah tersebut.

Kemudian, ia mencontohkan, pajak mineral bukan logam dan batuan atau galian C terutang sebesar Rp100.000, maka akan ditambahkan 25% dari 100% sehingga utang pajak yang harus ditanggung wajib pajak sebesar Rp125.000. Sementara, Rp25.000-nya merupakan bagiannya pemerintah provinsi NTT.

“Tetap 100% dari ketetapan pajaknya merupakan hak Pemda tambahkan lagi 25% dari ketetapan untuk di kasih ke provinsi,” jelasnya.

Maria menambahkan, pajak hotel masih menjadi kontributor utama. Namun, pengelolaannya memerlukan data yang detail dari Dinas Pariwisata, Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan.

“Kalau pajak hotel, kami hanya minta data omzet per bulan sebagai dasar pajak. Untuk detail okupansi—berapa tamu yang menginap dan lama tinggal—itu wewenangnya Dinas Pariwisata,” ujarnya. **