LABUANBAJOVOICE.COM — Pemerintah tengah mempersiapkan kebijakan besar yang akan meringankan beban jutaan warga miskin di Indonesia. Melalui rencana pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan, masyarakat dengan kriteria tertentu yang sebelumnya menunggak iuran akan mendapat penghapusan sebagian utang mereka.

Kebijakan ini menjadi bagian dari upaya pemerintah memperkuat sistem jaminan kesehatan nasional agar lebih inklusif dan berkeadilan, sekaligus memastikan tidak ada warga yang kehilangan akses layanan kesehatan hanya karena keterbatasan ekonomi.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menjelaskan bahwa program pemutihan tersebut ditujukan untuk masyarakat miskin yang dulunya merupakan peserta mandiri dan memiliki tunggakan, tetapi kini telah beralih menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Pemda.

“Jadi pemutihan itu intinya bagaimana untuk orang yang sudah istilahnya pindah komponen, dulunya itu katakanlah mandiri, sendiri membayar, lalu nunggak, padahal dia sudah pindah ke PBI, tapi masih punya tunggakan, atau dibayari oleh pemerintah daerah gitu, PBU Pemda istilahnya. Nah itu masih punya tunggakan, tunggakan itu untuk dihapus gitu,” ujar Ghufron usai bertemu dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di kantor Kementerian Keuangan, dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (22/10).

Langkah ini, menurut Ghufron, diambil agar warga yang kini masuk kategori penerima bantuan tidak lagi terbebani utang lama yang timbul saat mereka masih berstatus peserta mandiri.

Ghufron menegaskan bahwa penghapusan tunggakan akan dilakukan maksimal untuk 24 bulan atau dua tahun masa iuran.

“Kalau pun tahun 2014 mulai ya tetap kita anggap 2 tahun dan tetap maksimal itu kita bebaskan 2 tahun itu,” jelasnya.

Dengan demikian, tunggakan yang melebihi dua tahun tetap tercatat, meskipun prioritas penghapusan difokuskan pada periode dua tahun terakhir agar tidak mengganggu stabilitas administrasi dan keuangan BPJS Kesehatan.

Ghufron menegaskan BPJS Kesehatan tidak dapat menghapus seluruh tunggakan peserta karena hal tersebut akan menimbulkan beban administratif dan keuangan yang besar bagi lembaga. Oleh karena itu, kebijakan ini dirancang agar tetap realistis dan berkelanjutan.

“Kalau seluruhnya dihapus, akan membebani administrasi BPJS Kesehatan. Karena itu, pembahasan difokuskan pada solusi yang adil dan efisien,” ujarnya menambahkan.

Ghufron mengungkapkan bahwa kebijakan pemutihan ini masih dalam tahap pembahasan internal pemerintah dan belum ditetapkan secara resmi.

Keputusan final, kata dia, akan disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto atau Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) setelah evaluasi bersama antara BPJS Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan kementerian terkait lainnya.

Data BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa hingga saat ini terdapat sekitar 23 juta peserta yang masih menunggak iuran, dengan total tunggakan mencapai lebih dari Rp10 triliun.

“Mengenai triliunnya yang jelas itu lebih dari Rp10 triliun. Dulunya di Rp7,6 triliun, Rp7,691 (triliun) ya, tapi itu belum masuk yang lain-lain. Itu baru yang pindah komponen,” ujar Ali di Kampus 3 Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Yogyakarta, Sabtu (18/10), dikutip dari Antara.

Besarnya angka tunggakan tersebut menggambarkan tantangan serius yang dihadapi pemerintah dalam menjaga keberlanjutan sistem jaminan sosial, sekaligus memastikan akses kesehatan tetap terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat.

Kebijakan pemutihan ini diharapkan menjadi langkah strategis menuju sistem kesehatan nasional yang lebih inklusif, terutama bagi masyarakat miskin dan rentan yang sebelumnya tidak mampu membayar iuran.

Melalui langkah ini, pemerintah berupaya menyeimbangkan antara keberlanjutan keuangan BPJS Kesehatan dan prinsip keadilan sosial, agar tidak ada warga yang tertinggal dari akses jaminan kesehatan.

“Kami ingin memastikan tidak ada masyarakat miskin yang kehilangan haknya untuk mendapatkan layanan kesehatan hanya karena tunggakan lama. Pemutihan ini bentuk keberpihakan pemerintah kepada mereka,” ujar Ghufron menegaskan dalam kesempatan terpisah.**