LABUANBAJOVOICE.COM – Upaya meletakkan fondasi pembangunan sosial yang benar-benar inklusif kembali mengemuka di kawasan pesisir selatan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, setelah The Golo Mori menjadi tuan rumah Workshop Pengenalan Isu-isu Kedisabilitasan bagi Stakeholders yang digagas Yayasan Kita Juga (SANKITA), Kamis (27/11) di Beach Shelter, Kawasan The Golo Mori.

Acara tersebut menghadirkan pemerintah, pendidik, tenaga kesehatan, wirausahawan, tokoh masyarakat, dan perwakilan penyandang disabilitas.

Pertemuan lintas sektor ini diarahkan untuk memperkuat pemahaman bersama tentang pentingnya ekosistem sosial yang inklusif, adaptif, serta menghargai keberagaman-sebuah kebutuhan mendesak bagi wilayah pesisir selatan Labuan Bajo yang tengah bergerak menuju pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan.

General Manager The Golo Mori, Aji Munarwiyanto, menegaskan bahwa inklusivitas bukan sekadar pelengkap, melainkan pilar utama pembangunan destinasi berkelanjutan di kawasan tersebut.

“Ketika setiap kelompok masyarakat, termasuk penyandang disabilitas, memiliki akses dan kesempatan yang setara, maka daya saing kawasan akan tumbuh secara lebih kokoh dan bermakna,” ujarnya.

Pernyataan tersebut memperkuat arah The Golo Mori yang tidak hanya menitikberatkan pengembangan pada bangunan fisik dan pemolesan destinasi, tetapi juga pada kualitas hubungan sosial serta kesetaraan manfaat pembangunan.

Direktur Yayasan Kita Juga (SANKITA) memaparkan hasil asesmen yang dilakukan sejak Mei 2025 di tiga desa dampingan: Golo Mori, Warloka, dan Pantar. Temuan itu menunjukkan masih lebarnya jurang pemenuhan kebutuhan dasar penyandang disabilitas.

Mulai dari akses layanan kesehatan, ketersediaan fasilitas pendidikan yang mendukung, kurangnya infrastruktur adaptif, hingga minimnya alat bantu bagi mereka yang membutuhkan-semua ini mempertegas urgensi peningkatan literasi dan kapasitas masyarakat tentang isu kedisabilitasan.

Berangkat dari temuan tersebut, lokakarya dirancang menjadi ruang pembelajaran lintas sektor.

Peserta diajak mendalami konsep kedisabilitasan, perspektif masyarakat inklusif, hingga strategi mewujudkan ruang sosial yang ramah, terbuka, dan partisipatif.

Melalui sesi materi, diskusi kelompok, dan perumusan rencana aksi, workshop ini menghasilkan sejumlah langkah kolaboratif untuk memastikan penyandang disabilitas memperoleh akses yang benar-benar setara pada tingkat komunitas.

Bagi The Golo Mori, inklusi sosial bukan sekadar program, tetapi fondasi utama dalam merancang masa depan kawasan.

Karena itu, pertemuan ini dipandang sebagai momentum penting untuk memperkuat kapasitas masyarakat lokal sekaligus meneguhkan identitas kawasan sebagai ruang yang aman, adaptif, dan dapat diakses oleh semua kelompok.

Aji kembali menambahkan, pihaknya menyambut baik inisiatif para mitra yang terus mendorong peningkatan kapasitas masyarakat.

“Kami menyambut baik inisiatif para mitra yang terus mendorong peningkatan kapasitas masyarakat. Harapannya, hasil pertemuan hari ini dapat memperkuat kolaborasi lintas pemangku kepentingan untuk menciptakan lingkungan sosial yang adaptif, aman, dan memberikan ruang bagi semua.” kata Aji.

Melalui forum dialog kolaboratif ini, ITDC menegaskan bahwa keberhasilan sebuah destinasi tidak dapat diukur dari besarnya infrastruktur atau nilai ekonomi yang dihasilkan.

Lebih dari itu, kualitas hubungan sosial, kesetaraan kesempatan, serta keberpihakan pada kelompok rentan justru menjadi penentu keberlanjutan kawasan.

The Golo Mori menyatakan komitmennya untuk terus menjadi ruang pembelajaran, pemberdayaan, serta penguatan komunitas-sebuah langkah strategis menatap masa depan kawasan yang inklusif dan berkeadilan.**