LABUANBAJOVOICE.COM – Dewan Pers secara resmi meluncurkan Mekanisme Nasional Keselamatan Pers pada Selasa, 24 Juni 2025, di Jakarta.

Inisiatif ini dirancang untuk memperkuat sistem perlindungan terhadap insan pers di Indonesia melalui pendekatan yang lebih terstruktur, kolaboratif, dan responsif.

Mekanisme tersebut dibangun di atas tiga pilar utama, yakni pencegahan, perlindungan, dan penegakan hukum.

Dewan Pers menekankan bahwa mekanisme ini tidak hanya menyasar perlindungan terhadap wartawan secara langsung, tetapi juga mencakup pihak-pihak di sekitarnya yang rentan terdampak oleh risiko kerja jurnalistik.

Cakupan ini meliputi keluarga atau orang terdekat yang memiliki hubungan darah atau perkawinan, pihak yang menjadi tanggungan wartawan, serta organisasi pers baik dalam bentuk perusahaan media maupun asosiasi profesi wartawan. Termasuk pula pihak-pihak lain yang turut terlibat dalam kegiatan jurnalistik.

Sebagai bagian dari penguatan sistem, peluncuran mekanisme ini juga menandai perubahan struktur organisasi dalam upaya perlindungan pers.

Satgas Keselamatan Pers (Satgaspers), yang sebelumnya bersifat ad hoc, kini ditransformasi menjadi Satuan Tugas Nasional Keselamatan Pers (Satnaspers) yang bersifat permanen.

Satnaspers akan beroperasi dengan dukungan berbagai lembaga negara seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas Perempuan, dan lembaga-lembaga lainnya yang akan bergabung secara bertahap.

Proses penyusunan mekanisme ini dilakukan secara inklusif dan partisipatif. Dewan Pers, dengan dukungan dari lembaga  International Media Support (IMS), menggelar sejumlah forum diskusi terfokus (focus group discussion) dan rapat konsultasi antarlembaga.

Kegiatan tersebut melibatkan berbagai ahli serta perwakilan dari pemangku kepentingan guna menghimpun masukan yang relevan dan aplikatif terhadap kondisi nyata di lapangan.

Urgensi pembentukan mekanisme ini semakin mengemuka setelah mencermati data yang dihimpun Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Sepanjang tahun 2024, tercatat sedikitnya 61 kasus kekerasan terhadap jurnalis, yang meliputi kekerasan fisik, intimidasi, teror, hingga serangan digital seperti doxing dan Distributed Denial of Service (DDoS).

Salah satu insiden yang mengundang perhatian publik terjadi pada Maret 2025, ketika Media TEMPO menerima kiriman kepala babi dan bangkai tikus setelah menerbitkan artikel investigasi terkait praktik perjudian online.

Kemudian pada Mei 2025, seorang penulis opini di media Detik mengalami teror dan kekerasan fisik setelah mengulas dinamika hubungan sipil dan militer dalam artikelnya.

Sementara itu, hasil Survei Indeks Kebebasan Pers (IKP) 2024 yang dirilis Dewan Pers turut mengindikasikan kekhawatiran. Indeks kebebasan pers Indonesia tercatat sebesar 69,36, mengalami penurunan 2,21 poin dibanding tahun sebelumnya (71,57).

Angka ini menempatkan Indonesia masih dalam kategori “cukup bebas”, tetapi memperlihatkan tren penurunan yang konsisten sejak tahun 2022, ketika IKP berada di angka 77,88.

Tren tersebut mencerminkan semakin tingginya tekanan terhadap kerja jurnalistik yang bertujuan menyuarakan kebenaran dan kepentingan publik.

Menyikapi kondisi ini, Dewan Pers menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab konstitusional untuk menjamin dan melindungi kemerdekaan pers.

Kemerdekaan pers bukan hanya fondasi utama demokrasi, tetapi juga merupakan wujud dari demokrasi itu sendiri. Perlindungan terhadap jurnalis dan ekosistem kerjanya menjadi syarat mutlak agar demokrasi dapat tumbuh dengan sehat dan akuntabel di tengah dinamika sosial dan politik yang kompleks.