LABUANBAJOVOICE.COM – Kepala Balai Taman Nasional Komodo (BTNK), Hendrikus Rani Siga, mengumumkan penerapan program carrying capacity di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) mulai tahun depan.

Kebijakan ini akan membatasi jumlah kunjungan wisatawan melalui sistem pembagian waktu kunjungan (shifting) pagi, siang, dan sore.

“Melalui pemberlakuan shifting pagi, siang, dan sore dengan kuota kunjungan yang telah ditetapkan,” jelas Hendrikus saat diskusi bersama BPOLBF, Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan Manggarai Barat, serta Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di Labuan Bajo, Kamis (28/8/2025).

Ia berharap penerapan kuota wisatawan tidak hanya menjaga kelestarian kawasan konservasi, tetapi juga mendorong wisatawan untuk menjelajahi berbagai daya tarik lain di Labuan Bajo dan sekitarnya.

Dalam diskusi tersebut, Plt Direktur Utama BPOLBF, Dwi Marhen Yono, menegaskan pentingnya pengembangan desa wisata di daratan utama (mainland) Labuan Bajo Flores sebagai solusi penguatan daya tarik pariwisata.

Menurutnya, desa wisata yang masih dikelola secara swadaya oleh masyarakat perlu mendapat pendampingan, baik melalui pelatihan maupun penguatan kapasitas.

“Integrasi antara potensi wisata laut dan wisata gunung menjadi fokus utama dalam upaya menciptakan destinasi yang berdaya saing dan berkelanjutan,” ujar Marhen.

Ia menambahkan, integrasi kebijakan seperti penerapan carrying capacity di TNK, promosi destinasi, dan event pariwisata yang terhubung antara kawasan bahari dan daratan, akan memberi dampak positif berupa pemerataan arus wisatawan hingga ke desa wisata.

Kepala Bidang (Kabid) Destinasi Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan (Disparekrafbud) Manggarai Barat, Yohanes Danggur, menyebutkan terdapat 94 destinasi wisata di kabupaten tersebut, dengan enam desa telah mendapat intervensi melalui Program Fasilitasi Masyarakat Desa Wisata (Fasmadewi).

“Selain itu, kami juga memberikan sembilan jenis pelatihan yang kini memasuki tahap keempat. Pada pengembangan wilayah darat, dilakukan pembangunan atraksi Bukit Anjungan di Warloka Pesisir serta kerja sama dengan WWF untuk aktivitas kayaking di Desa Rangko,” jelas Yohanes.

Perwakilan Pokdarwis yang hadir berharap adanya pendampingan berkelanjutan untuk penguatan SDM, tata kelola, hingga pengembangan atraksi budaya dan lingkungan.

Mereka menilai pemerataan wisatawan menjadi kunci agar pariwisata tidak hanya terkonsentrasi di destinasi populer, melainkan juga menyebar ke desa wisata yang menawarkan pengalaman autentik.

Diskusi tersebut menghasilkan kesepahaman bahwa kolaborasi lintas pemangku kepentingan, mulai dari kebijakan konservasi hingga pengembangan desa wisata, merupakan langkah strategis untuk mewujudkan pariwisata Labuan Bajo yang berkelanjutan dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat lokal.**