Hukrim

Sengketa Tanah di Labuan Bajo: Keluarga Naput Menjaga Hak Warisan di Tengah Tuduhan “Mafia Tanah” dan Gugatan

Johanis Vans Naput mengenang perjuangan dan dedikasi ayahnya, almarhum Nikolaus Naput

LABUANBAJOVOICE.COM – Sengketa tanah di Karangan, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, kini semakin memanas. Almarhum Nikolaus Naput, yang dikenal sebagai sosok berintegritas dan pernah aktif dalam pelayanan gereja, kini harus menghadapi gugatan atas kepemilikan tanah di wilayah tersebut. Pihak penggugat, Muhamad Rudini, mengklaim sebagai ahli waris dari Ibrahim Hanta dan menuduh keluarga Naput sebagai “mafia tanah”.

Tuduhan tersebut ditolak keras oleh keluarga Naput. Mereka menegaskan bahwa tanah yang kini dipersoalkan adalah hasil investasi sah dari almarhum Nikolaus Naput dan diperoleh melalui transaksi resmi. Kasus ini telah memasuki tahap peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo dan Pengadilan Tinggi (PT) Kupang, dengan keluarga Naput bertekad mempertahankan hak mereka.

Nikolaus Naput: Dari Pekerja Gereja ke Dunia Usaha

Nikolaus Naput bukanlah sosok yang asing bagi masyarakat Labuan Bajo dan Ruteng, Manggarai. Sebelum terjun ke dunia bisnis, almarhum dikenal sebagai Delegatus Sosial (Densos) Gereja di Keuskupan Ruteng, yang berperan dalam berbagai proyek sosial, termasuk pembukaan pengairan di Lembor dan pengadaan lahan untuk Seminari Labuan Bajo.

Setelah meninggalkan Densos, Nikolaus Naput mulai berbisnis secara mandiri. Ia bergerak di berbagai sektor, seperti penangkaran benih, pengadaan ternak, pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, serta konstruksi bangunan. Dari hasil kerja kerasnya, ia mulai berinvestasi dalam properti dan tanah, tidak hanya di Labuan Bajo, tetapi juga di Maumere dan Kupang.

Anaknya, Yohanis Vans Naput, menegaskan bahwa ayahnya adalah pribadi yang teguh pada prinsip kejujuran dan keadilan.

“Saya rasa tidak patutlah, kalau dia dikatakan sebagai ‘mafia tanah’. Beliau tumbuh dalam pendidikan gereja, bekerja di antara para pastor, dan selalu menjunjung tinggi kebenaran. Kami sebagai keluarga tahu persis bagaimana prinsip hidupnya,” ujar Yohanis, Senin 17 Februari 2025 kepada awak media di Labuan Bajo.

Menurutnya, almarhum Naput adalah sosok ayah yang sangat luar biasa, sangat keras, sangat taat dengan kehidupan beragama bahkan di akhir hayatnya. Prinsip kehidupannya selalu menjujung tinggi kebenaran. Jika menurut dia itu adalah haknya, maka dia akan memperjuangkan, dan tidak pernah merasa takut dengan siapapun.

Dalam urusan bisnis, Nikolaus Naput salah satu langkah yang dia pilih yaitu berinvestasi di bidang properti. Ia memiliki tanah di berbagai tempat, termasuk Maumere dan Kupang, dan juga di Labuan Bajo.

Selain itu, ia merupakan sosok yang dekat dengan masyarakat terlihat dari interaksinya dengan tokoh-tokoh besar seperti Haji Ishaka, Nazar Supu dan Adam Djudje serta tokoh-tokoh lainnya yang ada di Labuan Bajo. Karena rekam jejaknya yang baik dalam berbisnis, nama Nikolaus Naput dikenal luas di Labuan Bajo. “Orang-orang tua di sini, tokoh adat, semua tahu siapa Insinyur Niko,” kata putra Naput.

Sosok Ayah yang Tegas dan Disiplin

Bagi keluarganya, Nikolaus Naput adalah sosok yang disiplin dan pekerja keras. Anaknya, Johanis Vans Naput, mengenang bagaimana sang ayah jarang berada di rumah karena kesibukannya di proyek-proyek gereja dan bisnis. “Kami lebih dekat dengan mama, karena bapak selalu di lapangan, kadang dua sampai tiga bulan tidak pulang,” ujarnya.

Didikan keras yang diberikan Nikolaus kepada anak-anaknya bertujuan untuk membentuk karakter yang kuat. Ia tidak bisa melihat anak-anaknya hanya berdiam diri tanpa melakukan sesuatu yang produktif.

Ketika memasuki usia senja, energi Nikolaus mulai berkurang. Ia semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, menghabiskan waktu dengan bermeditasi dan berdoa di dalam kamar.

Tuduhan sebagai Mafia Tanah: Luka bagi Keluarga

Di balik dedikasi dan perjuangannya, nama baik Nikolaus Naput sempat tercoreng oleh tuduhan sebagai mafia tanah. Tuduhan ini menjadi pukulan berat bagi keluarga, terutama bagi anak-anaknya yang harus menghadapi proses hukum setelah kepergiannya pada November 2021.

“Kami sakit hati mendengar tuduhan itu, tapi syukur kami bisa mengelola emosi dengan baik, mungkin karena didikan bapak juga,” ujar Johanis. Ia menegaskan bahwa ayahnya adalah sosok yang lahir dari lingkungan gereja dan dididik dengan nilai-nilai moral yang kuat.

Kuasa hukum keluarga, Mursyid Surya Candra, juga membantah tuduhan tersebut. “Beliau adalah orang yang amanah, bahkan dianggap sebagai orang kepercayaan oleh banyak tokoh besar di Manggarai Barat,” katanya.

Logika sederhana juga menunjukkan bahwa jika Nikolaus adalah seorang mafia tanah, maka ia tidak perlu membeli tanah dari Haji Nasar Bin Supu secara sah. “Cukup dicaplok saja, tapi nyatanya semua transaksi dilakukan dengan prosedur yang benar,” tambah Mursyid.

Proses Akuisisi Tanah dan Tuduhan yang Muncul

Keluarga Naput memperoleh tanah di Karangan Labuan Bajo dari transaksi resmi jual beli hingga pemberian dari Fungsionaris Adat Nggorang, almarhum Haji Ishaka waktu itu dengan cara menggunakan adat ‘kapu manuk lele tuak’.

Namun, pada tahun 2014, muncul klaim dari Muhamad Rudini, yang mengaku sebagai ahli waris Ibrahim Hanta. Klaim ini memunculkan spekulasi bahwa ada pihak tertentu yang berusaha mengambil alih tanah tersebut dengan memanfaatkan celah hukum.

Menurut Yohanis, ada dugaan bahwa kasus ini bukan sekadar sengketa tanah biasa, melainkan bagian dari skenario yang lebih besar, di mana aktor-aktor berkepentingan mencoba mengambil alih lahan yang telah memiliki nilai ekonomi tinggi.

“Mungkin mereka tahu bahwa mereka tidak punya hak di situ, tetapi mereka bisa menciptakan skenario yang seakan-akan ada sengketa. Ini bukan hanya soal kepemilikan tanah, tapi ada kepentingan besar di belakangnya,” jelasnya.

Gugatan Hukum dan Bukti Keluarga Naput

Setelah gugatan diajukan, keluarga Naput membawa berbagai bukti dokumen dan saksi ahli untuk mempertahankan hak mereka. Salah satu dokumen kunci dalam kasus ini yang dihadirkan pihak Penggugat (Muhamad Rudi) adalah surat bertanggal 17 Januari 1998, yang disebut sebagai pernyataan pembatalan penyerahan tanah adat tahun 1990.

Keluarga Naput meyakini bahwa surat tersebut memiliki banyak kejanggalan dan patut diuji keabsahannya. Beruntung, Pengadilan Tinggi Kupang memberikan kesempatan untuk sidang sela, yang memungkinkan dokumen tersebut diperiksa secara lebih mendalam.

“Untungnya Pengadilan Tinggi Kupang memberi kesempatan untuk sidang sela. Ini memungkinkan kami memeriksa surat itu dengan melibatkan ahli hukum dan forensik. Dari berbagai analisis, ada banyak kejanggalan dalam dokumen yang diajukan pihak lawan. Bahkan ada saksi yang membantah validasi dokumen tersebut,” ungkap Yohanis.

Dampak Sengketa terhadap Citra Labuan Bajo

Selain berdampak pada keluarga Naput, kasus ini juga membawa dampak buruk bagi Labuan Bajo sebagai destinasi wisata premium. Sengketa tanah yang berlarut-larut dapat mengganggu iklim investasi dan membuat investor ragu untuk menanamkan modal mereka.

“Kasus seperti ini bisa membuat investor berpikir ulang sebelum berinvestasi di Labuan Bajo. Jika penyelesaian sengketa tanah terus berbelit, citra daerah kita bisa terganggu,” ujar Yohanis.

Ia menambahkan bahwa sengketa tanah yang tidak terselesaikan dengan adil dapat menciptakan ketidakpastian hukum, yang pada akhirnya merugikan masyarakat setempat.

Penegasan Integritas: Kuasa Hukum Keluarga Naput Angkat Bicara

Kuasa hukum keluarga Naput, Mursyid Surya Candra, menegaskan bahwa almarhum Nikolaus Naput bukanlah mafia tanah, melainkan sosok yang memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan Labuan Bajo dan gereja setempat.

“Beliau adalah individu yang amanah. Label ‘mafia tanah’ tidak berdasar dan sangat mencemarkan nama baik beliau serta keluarganya. Kami menilai ada ketidakadilan dalam proses hukum yang berjalan, termasuk dugaan cacat administrasi dalam penerbitan sertifikat yang digunakan sebagai dasar gugatan pihak lawan,” tegasnya.

Harapan Keluarga: Transparansi dan Keadilan

Keluarga Naput berharap agar proses hukum dapat berjalan transparan dan adil, tanpa adanya tekanan dari pihak-pihak berkepentingan. Mereka juga mengajak masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh tuduhan yang tidak memiliki dasar kuat.

“Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Tanah ini adalah hak kami yang sah, dan kami akan memperjuangkannya sampai kapan pun. Ini bukan hanya soal tanah, tapi juga tentang harga diri dan prinsip hidup yang diwariskan oleh almarhum ayah kami,” ujar Yohanis.

“Kami yakin bahwa kebohongan pada akhirnya akan terungkap. Kami memiliki bukti yang kuat, termasuk keterangan saksi dan dokumen resmi yang sah. Ini adalah perjuangan yang bukan hanya untuk keluarga kami, tetapi juga untuk keadilan di tanah Labuan Bajo,” tegasnya.

Kasus ini menjadi ujian bagi sistem hukum di Labuan Bajo. Akankah kebenaran berpihak pada mereka yang memiliki dokumen sah dan telah menempati tanah selama bertahun-tahun? Ataukah ada kepentingan lain yang lebih besar yang akan mempengaruhi putusan pengadilan?

Semua mata kini tertuju pada jalannya persidangan, dengan harapan bahwa keadilan akan tetap menjadi panglima tertinggi dalam putusan akhir.*

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://t.me/labuanbajovoice
Back to top button
error: Content is protected !!