Salah satu peserta pelatihan, Paulina Mega Meo dari Desa Liang Ndara, mengungkapkan bahwa pelatihan ini membuka cakrawala baru.
“Selama ini kami bertani dengan ilmu terbatas. Sekarang saya tahu bagaimana mengelola lahan secara efisien, membuat pupuk organik ramah lingkungan, dan menekan biaya produksi,” tuturnya.
Pemilik Watu Mori Farm, Benny K. Harman, juga menekankan pentingnya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup dan sistem pertanian.
“Pembangunan masa lalu sering mengabaikan alam. Akibatnya perubahan iklim kini menimpa petani, nelayan, dan perempuan. Kita wajib menjaga lingkungan. Tempat ini saya dedikasikan untuk pertanian organik terpadu,” tegasnya.
Sementara itu, narasumber pelatihan, Rahmat Adinata, memberikan dorongan kuat untuk berinovasi dengan sumber daya lokal.
“Kita harus kreatif memanfaatkan bahan sederhana. Abu dapur, misalnya, bisa diolah menjadi pupuk bernutrisi tanpa harus membeli dari luar,” jelasnya.
Selama dua hari, peserta mendapatkan pembekalan intensif mengenai konsep dasar pertanian ramah iklim, pengelolaan lahan berkelanjutan, pembuatan pupuk organik, pestisida nabati, serta pemanfaatan teknologi sederhana untuk efisiensi air dan energi.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan