“Peristiwa ini adalah cermin dari masih rapuhnya tata kelola dan pengawasan terhadap praktik operasional wisata. Lemahnya regulasi teknis, minimnya literasi pelaku lapangan, dan absennya kanal pengawasan terpadu menjadi celah kasus serupa terulang,” jelasnya.
Yuvensius menilai industri pariwisata tidak bisa dikelola dengan pola sporadis dan reaktif. Ia menekankan tiga langkah strategis yang harus segera diimplementasikan:
1. Preventif: Aktivasi sistem registrasi dan verifikasi seluruh pelaku jasa wisata oleh pemerintah daerah bersama Satgas Khusus. Agen tidak resmi harus ditertibkan, dan pelaku yang merugikan wisatawan diberi sanksi tegas.
2. Edukasi dan Sertifikasi: Pelaku wisata wajib mengikuti pelatihan etika pelayanan, komunikasi krisis, hingga penanganan komplain.
3. Pemulihan Reputasi: Pemerintah, pelaku usaha, dan media harus bersama membangun narasi positif agar publik melihat Labuan Bajo siap berbenah.
“Reputasi adalah segalanya. Kita tidak sekadar menjual kamar atau paket tur, tetapi menciptakan pengalaman, membangun kepercayaan, dan menanamkan kesan mendalam bagi wisatawan,” tambahnya.
Tinggalkan Balasan