LABUANBAJOVOICE.COM – Suasana The Bay Restaurant lantai 6 Hotel Meruorah Komodo Labuan Bajo menjadi hangat dan penuh semangat pada Minggu (16/11), ketika Komodo Waterfront Festival 2025 sukses menggelar pelatihan dan kompetisi memasak yang terbuka untuk umum.
Berlangsung dari pukul 12.00 hingga 17.00 WITA, acara ini bukan sekadar lomba—melainkan loncatan besar bagi inovasi kuliner lokal yang menempatkan Moringa (Kelor) sebagai bintang utamanya.
Tak ada yang menyangka, bahan yang dulu hanya dikenal sebagai makanan pokok desa dan bumbu sayur tradisional akan menjadi pusat perhatian di panggung kuliner yang semakin canggih.
Itulah yang dibuktikan oleh sesi pelatihan yang sangat diminati, dipimpin langsung oleh dua figur kuliner terkemuka Indonesia: Chef Nehemia Eka Christfian dan Chef Stanley Adi Rusli.
Kedua chef ini tidak hanya membimbing peserta memasak, tetapi juga menggubah narasi tentang kelor yang selama ini terpinggirkan.
“Bagaimana daun kelor telah berevolusi dari makanan pokok desa menjadi simbol hidangan fine dining yang berkelanjutan,” ujar Chef Stanley Adi Rusli, penulis buku “Indonesian Culinary Archive: Moringa (Kelor) in Indonesian Cuisine and History”.
Kata-katanya tidak berlebihan—kelor yang dikenal sebagai “pohon ajaib” karena kandungan vitamin A, C, E, kalsium, kalium, dan protein nabati yang luar biasa, kini diolah dengan teknik modern yang membuatnya layak berada di meja makan kelas atas.
Chef Stanley bahkan menunjukkan contoh aplikasi modern berupa Velouté Kelor & Udang Asap—hidangan yang mencerminkan filosofi mengangkat bahan lokal melalui penceritaan kuliner yang mendalam.
Tidak hanya di masakan, kelor juga memiliki peran penting di Indonesia. Seperti yang diketahui, selain digunakan dalam sayur kelor dan urap kelor, bahan ini juga menjadi bagian dari pengobatan herbal (jamu) dan ritual spiritual sebagai simbol pemurnian dan perlindungan. Acara ini berhasil menyatukan semua aspek itu—tradisi dan modernitas—dalam satu panggung.
Di sisi lain, Chef Nehemia Eka Christfian membawa pengalaman dan keahlian yang tak tertandingi. Seorang ahli pendidikan kuliner yang menempuh studi D3 di Surabaya, D4 di Bali, dan menyelesaikan Culinary Master di “ALAMA” Italia, Chef Nehemia telah membangun karir yang mengesankan sejak tahun 1987.
Ia pernah menjabat sebagai Executive Chef pertama di Mandarin Oriental “Majapahit” Surabaya (2006-2008), Regional Executive Chef Indonesia & Vietnam untuk Holiday Inn Resort (2013-2016), dan saat ini menjabat sebagai Corporate Executive Chef untuk Bali Mandira Resort & Spa (sejak 2022).
Prestasinya juga tak main-main: peraih 7 Medali Emas dari kompetisi bergengsi seperti F.H.A Singapore’96 Salon Culinaire, HOFEX Hong-Kong’97 Salon Culinaire, F.H.I Jakarta Salon Culinaire, dan MLA Black box competition Jakarta.
Sebagai Certified WACS Hot Cooking Judge dan mantan Presiden Bali Culinary Professionals (2010–2014), Chef Nehemia juga berdedikasi untuk mengembangkan chef muda melalui YCCI (Young Chef Club Indonesia).
“Acara ini adalah kesempatan bagi generasi muda untuk menunjukkan bakat mereka dan memahami betapa berharganya bahan lokal kita,” katanya secara tidak langsung melalui kontribusinya dalam membimbing peserta.
Kompetisi yang diikuti oleh 12 tim dari berbagai elemen masyarakat—perhotelan, restoran, kafe, dan mahasiswa Poltek Elbajo Commodus se-Manggarai Barat—berlangsung dengan semangat yang luar biasa.
Peserta berjuang keras untuk menciptakan hidangan terbaik dengan kelor sebagai bahan utama, sementara penonton terpesona dengan kreativitas yang ditampilkan.
Akhirnya, dua pemenang terpilih yang membuktikan bahwa inovasi kuliner lokal sudah siap bersaing.
- Juara I: Guido A Rami dari Meruorah Komodo Labuan Bajo, dengan total skor 154.
- Juara II: Tim dari Sudamala Resort Komodo (Ryon Kurniawan, Wilwadus Hapat, Olivia Putri Amelia), dengan total skor 146.
Para pemenang mendapatkan piagam penghargaan dan hadiah uang tunai. Selain itu, lima peserta teratas juga menerima hadiah spesial berupa pisau profesional chef dari Chef Stanley—tanda bahwa mereka sudah siap melangkah ke tahap selanjutnya.
Namun, ini hanyalah awal dari segalanya. Kegiatan kompetisi ini dirancang sebagai langkah awal dalam memajukan kuliner lokal.
Kedepannya, akan ada tindak lanjut berupa pengiriman peserta ke kompetisi memasak nasional dan internasional—komitmen tegas untuk mengangkat potensi kuliner Labuan Bajo ke panggung dunia.
Bayangkanlah: kelor dari desa di Labuan Bajo nantinya akan dikenal di seluruh dunia sebagai bahan kuliner yang mewah dan berkelanjutan.
Komodo Waterfront Festival 2025 sendiri berlanjut hingga 22 November dengan rangkaian acara yang beragam, menggabungkan warisan budaya, kuliner, dan hiburan.**

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan