“Labuan Bajo memiliki potensi besar menjadi laboratorium hidup bagi pengembangan model kolaboratif seperti ini. Kami berharap hasil riset ini tidak hanya menciptakan sistem inovatif, tetapi juga memberikan dampak langsung bagi masyarakat dan pelaku usaha pariwisata,” tutup Marhen.
FGD ini diikuti oleh berbagai pemangku kepentingan pariwisata di Manggarai Barat, termasuk Ketua ASITA Manggarai Barat, perwakilan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), Pokdarwis Desa Batu Cermin, Bajo Talk Podcast, serta start-up teknologi Lingkotech.
Para peserta berdiskusi aktif mengenai peluang penerapan sistem loyalitas digital dan pentingnya menyesuaikan inovasi dengan konteks sosial dan budaya lokal.
Diskusi tersebut juga menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan destinasi.
BPOLBF menilai riset semacam ini memiliki nilai strategis untuk memperkuat daya saing destinasi pariwisata Indonesia di tingkat global sekaligus meneguhkan posisi Labuan Bajo sebagai model destinasi berkelanjutan berbasis kolaborasi dan teknologi.





Tinggalkan Balasan