LABUANBAJOVOICE.COM – Upaya memperkuat ketahanan pangan lokal menghadapi perubahan iklim kian nyata. Sebanyak 22 orang muda dari 10 desa di Kabupaten Manggarai Barat mengikuti Pelatihan Pertanian Ramah Iklim yang digelar oleh Konsorsium Pangan Bernas pada 8–9 Oktober 2025 di Watu Mori Farm.
Kegiatan ini menjadi langkah konkret mendorong transformasi praktik pertanian lokal menuju sistem pangan berkelanjutan. Fokus pelatihan diarahkan pada penguatan kapasitas generasi muda untuk mempraktikkan pertanian cerdas iklim (Climate Smart Agriculture/CSA)—pendekatan yang adaptif terhadap perubahan iklim, efisien dalam pemanfaatan sumber daya, dan berkontribusi pada pengurangan emisi karbon dari sektor pertanian.
Rizky Candra Nuraini, Manajer Program UF Koalisi Pangan Bernas dari Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dalam keterangannya menegaskan pentingnya kesiapan generasi muda menghadapi krisis iklim.
“Orang muda perlu diperlengkapi sejak sekarang. Pendekatan pertanian cerdas iklim menjadi langkah nyata untuk memastikan produksi pertanian tetap stabil di tengah perubahan iklim yang semakin tak menentu,” ujarnya, Minggu (12/10/2025).
Salah satu peserta pelatihan, Paulina Mega Meo dari Desa Liang Ndara, mengungkapkan bahwa pelatihan ini membuka cakrawala baru.
“Selama ini kami bertani dengan ilmu terbatas. Sekarang saya tahu bagaimana mengelola lahan secara efisien, membuat pupuk organik ramah lingkungan, dan menekan biaya produksi,” tuturnya.
Pemilik Watu Mori Farm, Benny K. Harman, juga menekankan pentingnya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup dan sistem pertanian.
“Pembangunan masa lalu sering mengabaikan alam. Akibatnya perubahan iklim kini menimpa petani, nelayan, dan perempuan. Kita wajib menjaga lingkungan. Tempat ini saya dedikasikan untuk pertanian organik terpadu,” tegasnya.
Sementara itu, narasumber pelatihan, Rahmat Adinata, memberikan dorongan kuat untuk berinovasi dengan sumber daya lokal.
“Kita harus kreatif memanfaatkan bahan sederhana. Abu dapur, misalnya, bisa diolah menjadi pupuk bernutrisi tanpa harus membeli dari luar,” jelasnya.
Selama dua hari, peserta mendapatkan pembekalan intensif mengenai konsep dasar pertanian ramah iklim, pengelolaan lahan berkelanjutan, pembuatan pupuk organik, pestisida nabati, serta pemanfaatan teknologi sederhana untuk efisiensi air dan energi.
Mereka juga melakukan praktik lapangan membuat pupuk organik seperti KNO, PGPR, dan biochar (arang sekam), yang merupakan bagian penting dari penerapan CSA.
Antusiasme peserta terlihat tinggi. Mereka aktif berdiskusi, bertanya, dan saling bertukar pengalaman mengenai kendala di lahan masing-masing.
Beberapa peserta mengungkapkan kegagalan dalam menanam sayuran tertentu, yang dijawab dengan penjelasan ilmiah tentang faktor ketinggian dan kesesuaian tanah oleh narasumber.
Pelatihan ini menjadi ruang belajar lintas generasi—menggabungkan pengetahuan lokal petani senior dengan inovasi pemuda untuk mempercepat transformasi sistem pangan hijau di Manggarai Barat.
Ke depan, hasil pelatihan ini akan menjadi dasar penyusunan rencana aksi pertanian berkelanjutan di tingkat lokal.
Konsorsium Pangan Bernas berencana memperluas kolaborasi dengan pemerintah daerah dan pelaku usaha pangan untuk memperkuat ketahanan pangan lokal, meningkatkan produktivitas pertanian, serta mempercepat transisi menuju sistem pertanian rendah emisi karbon.**
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan