LABUANBAJOVOICE.COM – Pemerintah menegaskan pentingnya keseimbangan antara pariwisata dan kemandirian pangan di Pulau Flores. Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah, Agraria, dan Tata Ruang Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan, Nazieb Faizal, mendorong penataan ruang terpadu dan pengembangan kawasan pertanian di wilayah utara Flores sebagai langkah strategis memperkuat ketahanan pangan lokal yang menopang sektor pariwisata nasional, khususnya di kawasan super prioritas Labuan Bajo.

Menurut Nazieb, ketergantungan Pulau Flores terhadap pasokan pangan dari luar daerah menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam tata ruang dan struktur ekonomi lokal.

Ia menilai, meski pariwisata berkembang pesat, kebutuhan dasar seperti pangan masih belum ditopang produksi lokal.

“Pariwisatanya sudah bagus, tapi kan kebutuhan dasar manusia itu makan, Bapak-Ibu. Saya dengar telur saja masih diimpor dari Bali dan Jawa. Masa sih ayam nggak hidup di Flores?” ujarnya dalam Forum Koordinasi Pembangunan Wilayah Bali-Nusra yang berlangsung di Ballroom Hotel Meruorah Komodo Labuan Bajo, Selasa (21/10/2025).

Nazieb menegaskan, pemerintah tengah berupaya menata ruang secara lebih produktif dengan mendorong konsep “Flores untuk Flores”, yakni mengoptimalkan potensi lahan dan sumber daya lokal agar mampu memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri.

“Kita tata ruangnya. Gimana caranya supaya telur ini sebisa mungkin tidak impor dari pulau lain. Ada demand di sini, tinggal bagaimana supply-nya kita dorong dari Flores untuk Flores oleh Flores,” tegasnya.

Nazieb mengungkapkan, pemerintah bersama Gubernur NTT dan sejumlah pejabat terkait sedang menyiapkan pengembangan “ring utara Flores” sebagai kawasan pertanian terpadu. Kawasan ini akan menjadi sumber pasokan utama bahan makanan untuk mendukung aktivitas wisata di Labuan Bajo dan destinasi sekitar.

“Jadi jangan hanya buat jalan, tapi arahkan agar kawasan utara ini jadi sumber pasokan pangan. Ini hal sederhana tapi berdampak besar,” ujarnya.

Selain sektor pangan, Nazieb menyoroti pentingnya tata ruang yang tertib sebagai fondasi investasi dan pembangunan berkelanjutan.

“Kalau tertib tata ruang, hasilnya rapi dan efisien. Tapi kalau tidak tertib, biayanya jauh lebih besar—bencana, konflik sosial, hingga kawasan kumuh. Itu yang kita hindari,” jelasnya.

Nazieb menekankan perlunya sinergi antarwilayah agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya terpusat di Labuan Bajo, melainkan menjalar ke daerah lain seperti Ngada, Ende, hingga Nagekeo.

“Labuan Bajo maju sendiri tidak cukup. Kabupaten sekitarnya harus ikut tertarik secara ekonomi. Jadi PKN-nya di sini, tapi daerah lain juga hidup,” paparnya.

Selain itu, pemerintah juga mempercepat penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di kawasan Bali–Nusa Tenggara.

Hingga kini, 44 dokumen RTRW telah rampung, sementara 71 lainnya masih dalam proses penyusunan. Pemerintah menargetkan total 252 dokumen RTRW dapat terselesaikan secara tuntas dan sinkron.

“Forum ini menjadi kesempatan one-on-one. Kabupaten mana yang belum selesai, silakan sampaikan kendalanya. Kita bantu cari solusi bersama,” kata Nazieb.

Menurutnya, tata ruang kini menjadi salah satu Key Performance Indicator (KPI) Pembangunan Dunia, sebab wilayah dengan tata ruang tertib akan lebih efisien menarik investasi.

“Kalau tata ruangnya beres, investasi akan lebih cepat masuk dan manfaatnya bisa dirasakan langsung masyarakat,” ujarnya.

Nazieb juga menekankan pentingnya penerapan Special Planning Policy atau kebijakan ruang spasial lintas sektor.

Ia meminta seluruh kepala dinas tata ruang memperkuat koordinasi dengan instansi terkait, termasuk TNI untuk wilayah udara dan pertahanan, serta Kementerian ESDM dan KKP untuk aspek bawah tanah dan laut.

Ia juga menyoroti sejumlah daerah yang belum menuntaskan RTRW, seperti Kabupaten Manggarai Timur, yang akan mendapat pendampingan teknis dan dukungan pendanaan.

“Daerah-daerah yang belum menyusun RTRW akan kita bantu, baik melalui dukungan teknis dari RTRW-PPM maupun bantuan pendanaan,” jelasnya.

Nazieb menutup dengan menegaskan bahwa penataan ruang bukan sekadar peta pembangunan, tetapi arah masa depan kesejahteraan masyarakat.

“Penataan ruang yang baik akan melahirkan pembangunan yang efisien, berkeadilan, dan berkelanjutan. Itulah fondasi kemakmuran Indonesia Timur,” tandasnya.**